Perkembangan
adalah suatu proses perubahan yang berlangsung secara teratur dan
terus-menerus, baik perubahan itu karena bertambahnya jumlah atau ukuran dari
hal-hal yang telah ada, maupun perubahan karena timbulnya unsur-unsur yang
baru. Perkembangan meliputi perkembangan fisik, perkembangan emosi,
perkembangan kognitif, perkembangan psikososial (Harlimsyah, 2007). E.B Hurlock
mengartikan perkembangan sebagai rangkaian perubahan progresif yang terjadi
sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman, dan terdiri atas
serangkaian perubahan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Dalam
penegertian lain, Santrock Ussen (1992) menjelaskan bahwa perkembangan
merupakan pola perkembangan individu yang berawal pada masa konsepsi dan berlangsung
sepanjang hayat dan bersifat involusi.
Perkembangan
tidak sama dengan pertumbuhan. Pertumbuhan
adalah suatu proses bertambahnya jumlah sel tubuh suatu organisme yang disertai
dengan pertambahan ukuran, berat, serta tinggi yang bersifat irreversible
(tidak dapat kembali pada keadaan semula). Pertumbuhan lebih bersifat
kuantitatif, dimana suatu organisme yang dulunya kecil menjadi lebih besar
seiring dengan pertambahan waktu.
Contohnya
:
Tinggi anak pada usia 5 tahun 125 cm menjadi 155 cm pada usia 15 tahun
Bayi yang beratnya 5 kg berubah menjadi 6,5 kg
Tinggi anak pada usia 5 tahun 125 cm menjadi 155 cm pada usia 15 tahun
Bayi yang beratnya 5 kg berubah menjadi 6,5 kg
Perkembangan adalah suatu proses differensiasi,
organogenesis dan diakhiri dengan terbentuknya individu baru yang lebih lengkap
dan dewasa. Perkembangan meliputi perkembangan fisik,
perkembangan emosi, perkembangan kognitif, perkembangan psikososial.
Contohnya
:
Pematangan sel ovum dan sperma
Anak yang dahulu suka menangis jika dimarahi, setelah dewasa tidak lagi menampakkan tangisannya
Pematangan sel ovum dan sperma
Anak yang dahulu suka menangis jika dimarahi, setelah dewasa tidak lagi menampakkan tangisannya
Dalam proses perkembangan, beberapa
ahli mengelompokkan menurut fase/tahap perkembangan yang dialami oleh invidu.
Tahap-tahap
Perkembangan
A.
Menurut
Jean Piaget
Jean Piaget mengemukakan teori perkembangan berdasarkan pada
perubahan kemampuan kognitif individu. Secara umum kognitif
diartikan kemampuan atau potensi intelektual yang terdiri dari tahapan:
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesa, dan evaluasi. Teori
Kognitif menekankan pada proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek
rasional yang dimiliki seseorang.
Piaget
membagi perkembangan kognitif individu ke dalam empat periode utama:
1.
Periode sensorimotor
Menurut
Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk
mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks
bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat
periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan
dan pemahaman spatial / persepsi penting dalam enam sub-tahapan :
a.
Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan
berhubungan terutama dengan refleks.
b.
Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat
bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
c.
Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai
sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan
dan pemaknaan.
d.
Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan
sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai
sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut
berbeda (permanensi objek).
e.
Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai
delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru
untuk mencapai tujuan.
f.
Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan
awal kreativitas.
2.
Tahapan praoperasional
Pemikiran
(Pra) Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental
terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang
dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan
dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih
bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang
lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti
mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan
semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Tahapan
pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua
sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan
berbahasanya melalui intuisi. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di
saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan (contohnya
boneka?).
3. Tahapan operasional konkrit
Tahapan
ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai
duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai.
Proses-proses
penting selama tahapan operasional konkrit adalah :
·
Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan
objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda
berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke
yang paling kecil.
·
Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama
dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau
karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat
menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki
keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan
berperasaan)
·
Decentering (tidak terpusat?)—anak mulai
mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa
memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar
tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
·
Reversibility—anak mulai memahami bahwa
jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk
itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama
dengan 4, jumlah sebelumnya.
·
Konservasi—memahami bahwa kuantitas,
panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan
atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak
diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air
dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap
sama banyak dengan isi cangkir lain.
·
Penghilangan sifat
Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain
(bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh,
tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu
meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci,
setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan
mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau
anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
4. Tahapan operasional
formal
Tahap
operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori
Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas)
dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya
kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan
dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami
hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu
hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi abu-abu” di antaranya.
Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi
berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara
fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan
perkembangan sosial.
B.
Menurut
Sigmund Freud
Freud melihat dunia psikologis sebagai suatu
rangkaian ketegangan yang saling bertentangan, seperti ketegangan antara
ke-diri-an dan masyarakat, serta ketegangan dalam diri yang berusaha untuk
dilepaskan. Yang mendasari ketegang-ketegangan ini, menurut Freud, adalah
energi seksual, atau libido. Energi
psikis ini menjadi dasar dorongan atau motivasi. Sebelum Freud berusaha
menempatkan seksualitas ke dalam kerangka kerja ilmiah, dorongan seksual di
luar nikah tidak dianggap sehat atau normal.
Freud menyatakan bahwa manusia melalui lima
tahapan perkembangan, dan bahwa di setiap tahapan kita mangalami kesenangan di
salah satu bagian tubuh lebih daripada bagian tubuh yang lain. Kepribadian
dewasa kita, menurut Freud, ditentukan oleh cara kita menyelesaikan konflik
antara sumber kesenanganawal ini-mulut, anus, dan kelamin-dan tuntutan
kenyataan. Jika kebutuhan akan kesenangan pada setiap tahap tidak terpuaskan
atau malah terlalu terpuaskan, seseorang dapat terfiksasi, atau terkunci, pada tahapan perkembangan tersebut.
Tahap Oral
Kesenangan bayi
terpusat pada mulut.
|
Tahap Anal
Kesenangan anak
terfokus pada anus.
|
Tahap Phallic
Kesenangan anak
terfokus pada kelamin.
|
Tahap Latency
Anak menekan
keinginan seksual dan mengembangkan keterampilan sosial dan intelektual.
|
Tahap Genital
Saat kebangkitan
seksual, sumber kesenangan seksual menjadi seseorang di luar keluarga.
|
Lahir-1½ tahun
|
1½-3 tahun
|
3-6
tahun
|
6Th-Masa
Puber
|
Masa
Puber dst
|
1.
Tahap
Oral
Tahap ini terjadi pada 18 bulan pertama
kehidupan, dimana perkembangan bayi terpusat di sekitar mulut. Mengunyah,
mengisap, dan menggigit adalah sumber kesenangan bayi. Bayi terdorong untuk
memuaskan nafsu lapar dan dahaga mereka, dan mereka beralih ke payudara ibu
atau botol susu untuk dapat memenuhi nafsu ini, begitu juga dengan rasa aman
dan kesenangan yang diperoleh dari pengasuhan. Ketika bayi harus berhenti
menyusu, keadaan ini akan menciptakan konflik antara keinginan untuk tetap
merasa aman dalam ketergantungan dan kebutuhan biologis dan psikologis untuk
diberhentikan menyusu. Ini adalah salah satu saat di mana terjadi konflik
antara id dan ego. Beberapa bayi dengan mudah menyelesaikan konflik ini dan
mengalihkan energi psikoseksual (libido) mereka pada tantangan ini. Namun
beberapa bayi memiliki kesulitan dalam menghadapi peralihan ini. Menurut
psikoanalisis, bayi-bayi semacam itu tetap ingin diasuh dan dirawat ibunya, dan
menjaga mulut mereka tetap penuh dengan zat-zat yang mereka inginkan. Secara teknis
mereka telah terfiksasi pada tahap oral
(oral stage).
2.
Tahap
Anal
Pada tahap ini kesenangan terbesar anak
melibatkan anus atau fungsi pembuangan yang dihubungkan dengannya. Dalam
pandangan Freud, latihan otot anal menurunkan ketegangan. Sang anak yang
berusia dua tahun, mengikuti dorongan id,
mendapat kesenangan melalui kelegaan-pengurangan tekanan-yang ia rasakan
setelah buang air besar. Namun orang tua ingin mengendalikan orang tua kapan
dan dimana sang anak buang air besar. Dengan kata lain, orang tua menginginkan
agar larangan masyarakat mengenai buang air yang tidak pada tempatnya bisa
terukir dalam superego anak. Apabila
seorang anak dari kecil sudah terbiasa menahan feses, dan mereka tetap
mempertahankan kebebasan mereka untuk bertindak, maka pola-pola tersebut akan
bertahan seumur hidup menurut teori psokoanalisis. Orang-orang yang terfiksasi
pada tahap anal (anal stage) semacam
itu mendapat kepuasan besar melalui pergerakan usus besar. Secara psikologis,
orang-oarang yang terfiksasi pada tahap anal menyukai humor-humor kasar (bathroomhunor), atau membuat
berantakan-termasuk membuar berantakan hidup orang lain. Atau mereka dapat
terlalu peduli pada kerapian, sikap hemat, keteraturan, dan pengorganisasian.
Orang-orang yang anal retentif (yang belajar untuk terlalu menahan feses
mereka) dapat tumbuh menjadi orang yang sangat pelit. Orang-orang seperti ini
juga sering memiliki sifat pasif-agresif.
3. Tahap Phallic
Tahap ini terjadi antara antara umur 3 samapia
6 tahun; namanya diambil dari bahasa Latin phallus,
yang artinya “penis”. Selama tahap ini, kesenangan anak terfokus pada alat
kelamin saat anak laki-laki dan perempuan menyadari bahwa manipulasi diri itu
mnyenangkan. Karena pada tahap phallic ini enegri seksual dipusatkan pada alat
kelamin. Anak-anak dapat mengeksplorasi alat kelamin mereka dan dan melakukan
masturbasi, namun masturbasi secara terbuka tidak diterima secara sosial. pada
banyak keluarga, masturbasi secara sembunyi-sembunyi juga dilarang oleh para
orang tua, yang mungkin mengancam anak-anak mereka dengan hukuman berat. Pada
tahap ini, anak-anak juga memusatkan diri pada perbedaan pria dan wanita. Pada
umur enam tahun, sebagian besar anak mempunyai identitas gender yang cukup
mantap. Yang menjadi pusat pada masa ini adalah teori Freud mengenai
Oedipus-kompleks.
§ Oedipus complex
Menurut
Freud, tahap phallic memiliki kepentingan khusus dalam perkembangan kepribadian
karena pada tahap inilah Oedipus complex
muncul. Oedipus complex menurut teori
Freud, adalah perkembangan anak mengenai keinginan yang kuat untuk mengganti
orang tua yang berjenis kelamin saama dan menikmati kasih sayang orang tua yang
berjenis kelamin berbeda. Cara menentukan Oedipus
complex ialah pada anak berusia sekitar 5 sampai 6 tahun, anak ayah dan ibu
mereka dapat menghukum mereka karena keinginan mereka yang bersifat incest. Untuk mengurangi konflik ini,
anak mengidentifikasi diri dengan ayah atau ibu mereka, berjuang untuk menjadi
seperti mereka. Jika konflik ini tidak terpecahkan, individu akan terfiksasi di
tahap phallic.
§ Penis Envy
Harus
diperhatikan bahwa dengan penekanan Freud pada seksualitas sebagai faktor utama pembentuk kepribadian,
akan masuk akal jika anak perempuan akan sangat merasa prihatin akan tidak
adanya alat kelamin yang terlihat jelas. Menurut pemikiran ini, anak perempuan
mengembangkan perasaan rendah diri dan kecemburuan, fenomena yang dinamakan penis
envy (rasa iri akan penis).
4. Tahap Latency
Tahap ini terjadi antara sekitar usia 6 tahun
hingga masa puber. Selama periode ini, anak menekan seluruh minat seksual dan
mengembangkan keterampilan sosial dan intelektual. Aktivitas ini mengarahkan
banyak energi anak ke dalam bidang yang aman secara emosional dan membantu anak
melupakan konflik tahap phallic yang
sangat menekan. Freud tidak melihat adanya perkembangan psikoseksual yang
penting selama masa ini, dan karena itu ia menyebutnya sebagai tahap laten (latency period). Tahun-tahun ini adalah masa di mana anak
belajar berteman, dan mengembangkan kebiasaan belajar dan bekerja.
Masalah-masalah semacam itu tidak dapat dengan mudah dijelaskan oleh motivasi
tidak sadar dan dorongan seksual.
Pada tahun-tahun sebelum pubertas (antara umur
enam dan sebelas tahun), kelenjar adrenal mulai berkembang, dan terdapat
lonjakan pertumbuhan bersamaan dengan terjadinya perubahan dalam hormon-hormon
yang distimulasi oleh kelenjar adrenal. Tidak aneh jika ketertarikan seksual
telah muncul pada anak kelas empat, jauh sebelum induvidu mencapai kematangan
seksual.
5. Tahap Genital
Tahapan ini terjadi mulai dari masa puber dan
seterusnya. Tahap genital adalah saat kebangkitan seksual; sumber kesenangan
didapat dari seseorang yang berada di luar keluarga. Freud percaya bahwa
konflik yang tidak terpecahkan dengan orang tua muncul selama masa remaja. Jika
konflik tersebut dapat dipecahkan, seseorang mampu mengembangkan hubungan cinta
yang matang dan mampu bertindak secara mandiri sebagai orang dewasa.
Jika seseorang berhasil melewati begitu banyak
tantangan pada masa awal kanak-kanak dan masih memiliki energi seksual yang
cukup (artinya, tanpa terjadinya fiksasi yang kuat), seharusnya ia memiliki
hidup yang cukup normal, yang didominasi oleh tahap genital (genital stage).
Dengan kata lain, Freud berpendapat
bahwa jika seseorang tidak terperangkap atau terjebak dalam tahap perkembangan
sebelumnya, masa remaja menandai dimulainya kehidupan dewasa dengan kenormalan
hubungan seksual, pernikahan, dan pengasuhan anak.
Perubahan hormon tiba-tiba terjadi pada masa
pubertas, dan remaja berjuang untuk menjadi mandiri. Banyak konflik terjadi
pada masa pubertas, namun sepertinya tidak terkait erat dengan perkembangan
psikoseksual pada masa bayi dan kanak-kanak. Pada tahap genital, perhatian
seharusnya dialihkan dari masturbasi ke hubungan heteroseksual. Penyimpangan
apapun (misalnya, melajang, tidak memiliki anak, homosesual, dan perilaku
seksual lainnya) dianggap sebagai kecacatan dan tidak alamiah.
C.
Menurut
Erik Erikson
Teori Erik Erikson tentang perkembangan manusia dikenal
dengan teori perkembangan psiko-sosial. Teori perkembangan psikososial ini
adalah salah satu teori kepribadian terbaik dalam psikologi. Seperti Sigmund
Freud, Erikson percaya bahwa kepribadian berkembang dalam beberapa tingkatan.
Salah satu elemen penting dari teori tingkatan psikososial Erikson adalah
perkembangan persamaan ego. Persamaan ego adalah perasaan sadar
yang kita kembangkan melalui interaksi sosial. Menurut Erikson, perkembangan
ego selalu berubah berdasarkan pengalaman dan informasi baru yang kita dapatkan
dalam berinteraksi dengan orang lain. Erikson juga percaya bahwa kemampuan
memotivasi sikap dan perbuatan dapat membantu perkembangan menjadi positif,
inilah alasan mengapa teori Erikson disebut sebagai teori perkembangan
psikososial.
Ericson
memaparkan teorinya melalui konsep polaritas yang bertingkat/bertahapan. Ada 8
(delapan) tingkatan perkembangan yang akan dilalui oleh manusia. Menariknya
bahwa tingkatan ini bukanlah sebuah gradualitas. Manusia dapat naik ketingkat
berikutnya walau ia tidak tuntas pada tingkat sebelumnya. Setiap tingkatan
dalam teori Erikson berhubungan dengan kemampuan dalam bidang kehidupan. Jika
tingkatannya tertangani dengan baik, orang itu akan merasa pandai. Jika
tingkatan itu tidak tertangani dengan baik, orang itu akan tampil dengan
perasaan tidak selaras.
Dalam setiap
tingkat, Erikson percaya setiap orang akan mengalami konflik/krisis yang
merupakan titik balik dalam perkembangan. Erikson berpendapat, konflik-konflik
ini berpusat pada perkembangan kualitas psikologi atau kegagalan untuk
mengembangkan kualitas itu. Selama masa ini, potensi pertumbuhan pribadi
meningkat. Begitu juga dengan potensi kegagalan.
Tahap 1. Trust vs Mistrust
(percaya vs tidak percaya)
- Terjadi pada usia 0 s/d 18 bulan
- Tingkat pertama teori perkembangan psikososial
Erikson terjadi antara kelahiran sampai usia satu tahun dan merupakan
tingkatan paling dasar dalam hidup.
- Oleh karena bayi sangat bergantung, perkembangan
kepercayaan didasarkan pada ketergantungan dan kualitas dari pengasuh
kepada anak.
- Jika anak berhasil membangun kepercayaan, dia akan
merasa selamat dan aman dalam dunia. Pengasuh yang tidak konsisten, tidak
tersedia secara emosional, atau menolak, dapat mendorong perasaan tidak
percaya diri pada anak yang di asuh. Kegagalan dalam mengembangkan
kepercayaan akan menghasilkan ketakutan dan kepercayaan bahwa dunia tidak
konsisten dan tidak dapat di tebak.
Tahap 2. Otonomi (Autonomy) VS
malu dan ragu-ragu (shame and doubt)
· Terjadi pada
usia 18 bulan s/d 3 tahun
- Tingkat ke dua dari teori perkembangan psikososial
Erikson ini terjadi selama masa awal kanak-kanak dan berfokus pada
perkembangan besar dari pengendalian diri.
- Seperti Freud, Erikson percaya bahwa latihan
penggunaan toilet adalah bagian yang penting sekali dalam proses ini.
Tetapi, alasan Erikson cukup berbeda dari Freud. Erikson percaya bahwa
belajar untuk mengontrol fungsi tubuh seseorang akan membawa kepada
perasaan mengendalikan dan kemandirian.
- Kejadian-kejadian penting lain meliputi pemerolehan
pengendalian lebih yakni atas pemilihan makanan, mainan yang disukai, dan
juga pemilihan pakaian.
- Anak yang berhasil melewati tingkat ini akan merasa
aman dan percaya diri, sementara yang tidak berhasil akan merasa tidak
cukup dan ragu-ragu terhadap diri sendiri.
Tahap 3. Inisiatif (Initiative) vs rasa bersalah (Guilt)
· Terjadi pada
usia 3 s/d 5 tahun.
· Selama masa
usia prasekolah mulai menunjukkan kekuatan dan kontrolnya akan dunia melalui
permainan langsung dan interaksi sosial lainnya. Mereka lebih
tertantang karena menghadapi dunia sosial yang lebih luas, maka dituntut
perilaku aktif dan bertujuan.
· Anak yang
berhasil dalam tahap ini merasa mampu dan kompeten dalam memimpin orang lain.
Adanya peningkatan rasa tanggung jawab dan prakarsa.
· Mereka yang
gagal mencapai tahap ini akan merasakan perasaan bersalah, perasaan ragu-ragu,
dan kurang inisiatif. Perasaan bersalah yang tidak menyenangkan dapat muncul
apabila anak tidak diberi kepercayaan dan dibuat merasa sangat cemas.
· Erikson yakin
bahwa kebanyakan rasa bersalah dapat digantikan dengan cepat oleh rasa
berhasil.
Tahap 4. Industry vs
inferiority (tekun vs rasa rendah diri)
· Terjadi pada
usia 6 s/d pubertas.
· Melalui
interaksi sosial, anak mulai mengembangkan perasaan bangga terhadap
keberhasilan dan kemampuan mereka.
· Anak yang
didukung dan diarahkan oleh orang tua dan guru membangun peasaan kompeten dan
percaya dengan ketrampilan yang dimilikinya.
· Anak yang
menerima sedikit atau tidak sama sekali dukungan dari orang tua, guru, atau
teman sebaya akan merasa ragu akan kemampuannya untuk berhasil.
· Prakarsa yang dicapai
sebelumnya memotivasi mereka untuk terlibat dengan
pengalaman-pengalaman baru.
· Ketika beralih
ke masa pertengahan dan akhir kanak-kanak, mereka
mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan
intelektual.
· Permasalahan
yang dapat timbul pada tahun sekolah dasar adalah berkembangnya rasa rendah
diri, perasaan tidak berkompeten dan tidak produktif.
· Erikson yakin
bahwa guru memiliki tanggung jawab khusus bagi perkembangan ketekunan
anak-anak.
Tahap 5. Identity vs
identify confusion (identitas vs kebingungan identitas)
· Terjadi pada
masa remaja, yakni usia 10 s/d 20 tahun
· Selama remaja
ia mengekplorasi kemandirian dan membangun kepakaan dirinya.
· Anak dihadapkan
dengan penemuan siapa mereka, bagaimana mereka nantinya, dan kemana mereka
menuju dalam kehidupannya (menuju tahap kedewasaan).
· Anak dihadapkan
memiliki banyak peran
baru dan status sebagai orang dewasa –pekerjaan dan romantisme, misalnya, orangtua harus
mengizinkan remaja menjelajahi banyak peran dan jalan yang berbeda dalam suatu
peran khusus.
· Jika remaja
menjajaki peran-peran semacam itu dengan cara yang sehat dan positif untuk
diikuti dalam kehidupan, identitas positif akan dicapai.
· Jika suatu
identitas remaja ditolak oleh orangtua, jika remaja
tidak secara memadai menjajaki banyak peran, jika jalan masa depan positif
tidak dijelaskan, maka kebingungan identitas merajalela.
· Namun bagi
mereka yang menerima dukungan memadai maka eksplorasi personal, kepekaan diri,
perasaan mandiri dan control dirinya akan muncul dalam tahap ini.
· Bagi mereka
yang tidak yakin terhadap kepercayaan diri dan hasratnya, akan muncul rasa
tidak aman dan bingung terhadap diri dan masa depannya.
Tahap 6. Intimacy vs isolation
(keintiman vs keterkucilan)
· Terjadi
selama masa dewasa awal (20an s/d 30an tahun)
· Erikson
percaya tahap ini penting, yaitu tahap seseorang membangun hubungan yang dekat
dan siap berkomitmen dengan orang lain.
· Mereka yang
berhasil di tahap ini, akan mengembangkan hubungan yang komit dan aman.
· Erikson
percaya bahwa identitas personal yang kuat penting untuk mengembangkan hubungan
yang intim. Penelitian telah menunjukkan bahwa mereka yang memiliki sedikit
kepakaan diri cenderung memiliki kekurangan komitemen dalam menjalin suatu
hubungan dan lebih sering terisolasi secara emosional, kesendirian dan depresi.
· Jika
mengalami kegagalan, maka akan muncul rasa keterasingan dan jarak dalam
interaksi dengan orang.
Tahap 7. Generativity vs Stagnation
(Bangkit vs Stagnan)
· Terjadi
selama masa pertengahan dewasa (40an s/d 50an tahun).
· Selama masa
ini, mereka melanjutkan membangun hidupnya berfokus terhadap karir dan
keluarga.
· Mereka yang
berhasil dalam tahap ini, maka akan merasa bahwa mereka berkontribusi terhadap
dunia dengan partisipasinya di dalam rumah serta komunitas.
· Mereka yang
gagal melalui tahap ini, akan merasa tidak produktif dan tidak terlibat di
dunia ini.
Tahap 8. Integrity vs depair
(integritas vs putus asa)
· Terjadi
selama masa akhir dewasa (60an tahun)
· Selama fase
ini cenderung melakukan cerminan diri terhadap masa lalu.
· Mereka yang
tidak berhasil pada fase ini, akan merasa bahwa hidupnya percuma dan mengalami
banyak penyesalan.
· Individu akan
merasa kepahitan hidup dan putus asa
· Mereka yang
berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat mencerminkan keberhasilan dan
kegagalan yang pernah dialami.
· Individu ini
akan mencapai kebijaksaan, meskipun saat menghadapi kematian.
C. Perbandingan
Sigmund Freud
Erikson adalah
pengembang teori Freud dan mendasarkan kunstruk teori psikososialnya dari
psiko-analisas Freud. Kalau Freud memapar teori perkembangan manusia hanya
sampai masa remaja, maka para penganut teori psiko-analisa (freudian) akan
menemukan kelengkapan penjelasan dari Erikson, walaupun demikian ada perbedaan
antara psikosexual Freud dengan psikososial Erikson. Beberapa aspek perbedan tersebut
dapat dilihat di bawah ini:
Erikson
|
|
Perenan/fungsi id dan ketidaksadaran
sangat penting
|
Peran/fungsi ego lebih ditonjolkan, yang berhubungan
dengan tingkah laku yang nyata.
|
Hubungan segitiga antara anak, ibu dan ayah menjadi
landasan yang terpenting dalam perkembangan kepribadian.
|
Hubungan-hubungan yang penting lebih luas, karena
mengikutsertakan pribadi-pribadi lain yang ada dalam lingkungan hidup yang
langsung pada anak. Hubungan antara anak dan orang tua melalui pola
pengaturan bersama (mutual regulation).
|
Orientasi patologik, mistik karena berhubungan dengan
berbagai hambatan pada struktur kepribadian dalam perkembangan kepribadian.
|
Orientasinya optimistik, kerena kondisi-kondisi dari
pengaruh lingkungan sosial yang ikut mempengaruhi perkembang kepribadian anak
bisa diatur.
|
Timbulnya berbagai hambatan dalam
kehidupan psikisnya karena konflik internal, antara id dan super ego.
|
Konflik timbul antara ego dengan
lingkungan sosial yang disebut: konflik sosial.
|
Referensi
Jhon
W. Santrock, Life-Span Development, University of Texas at Dallas, 1995
Joko Winarto. 2011. “Teori Perkembangan
Kognitif Jean Peaget dan Implementasinya dalam Pendidikan”. http://edukasi.kompasiana.com. Diakses pada 28 Agustus 2011.
14:39:23 WIB.
Pertiwi, Cahyaning Citra. 2011.
“Perbedaan Pertumbuhan dengan Perkembangan”.
http://edukasia.kompasianan.com.
Diakses pada 02 September 2011.
11:19:43 WIB.
Sarlito W Sarwono, Berkenalan
dengan Aliran-aliran dan Tokoh Psikologi, Bulan Bintang, Jakarta, 2002
Singgih
D. Gunarsa, Dasar dan Teori Perkembangan Anak, Gunung Mulia, Jakarta,
1990
Sumber
lain:
http://pengantarpendidikan.files.wordpress.com/2011/01/perkembangan-peserta-didik.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-septianawi-5158-2-bab1.pdf

mantappp membantu sekalii gan
ReplyDelete