Berbicara tentang media sosial pernahkah kamu merasa
gelisah ketika sesuatu mungkin terlewatkan ?, coba sampaikan berapa kali
kira-kira kamu melakukan pengecekan atau mengakses media sosial hari ini ?
Media sosial merupakan salah satu perkembangan teknologi pada saat ini yang
memungkinkan kita dapat terus mengetahui apa yang dilakukan orang lain.
Seperangkat sistem yang disediakan membuat setiap penggunanya dapat terhubung
dengan mudah. Melalui media sosial penggunanya dapat berkomunikasi melalui
kata-kata, gambar, dan video untuk dapat membagikan informasi, ide. Pengguna
juga dapat bergabung dengan grup yang sesuai dengan minat dan hobinya.
Layanan media sosial yang populer
saat ini diantaranya adalah Facebook, Instagram dan Youtube. Sejak tahun 2018, popularitas
facebook mulai menurun sekitar 20 % pada kalangan remaja dan cenderung lebih
populer pada kalangan tua. Hal ini diiringi dengan meningkatnya penggunaan
media Instagram sekitar 72 % pengguna dan Youtube mencapai 85 % pengguna.
Akan tetapi bagaimana jika kemudahan
yang diberikan dari media sosial tersebut bagaikan pisau bermata dua yang
mungkin dapat memberikan kemudahan namun juga memberi dampak bagi pengunanya.
Paparan interaksi di dunia maya tak bisa dipungkiri setiap detik terus menjadi
notifikasi di layar kaca smartphone yang terus menunggu untuk dibuka dan
direspon oleh penggunanya. Tak dapat dipungkiri, bahkan mungkin setiap aktivitas
kamu ditemani dengan smartphone yang juga siap sedia ada disamping menunggu
untuk dibuka.
Perilaku ini merupakan salah satu
fenomena yang terjadi pada saat ini yang sering dikenal dengan “fear of missing out” yang bisa
diartikan ketakutan akan kehilangan. Tahukah kamu ? keinginan untuk terus
terhubung dengan apa yang dilakukan orang lain di media sosial akan membuat
kamu merasa gelisah ketika tidak dapat mengetahui apa yang sedang terjadi,
atau… mungkin hal yang lagi nge-trend saat ini dan kamu tidak mengetahuinya.
kamu mungkin merasa takut kehilangan momen berharga yang dilakukan oleh sahabat
dekat dan kamu tidak hadir didalamnya !. merasa ingin terkoneksi untuk terus
terhubung dengan lingkungan sosial.
Ketika remaja mengalami fenomena ini ia akan merasakan
emosi berupa perasaan takut,khawatir dan cemas ketika tidak dapat mengakses
media sosialnya. Hal tersebut disebabkan terhubung dengan sosial merupakan hal
yang sangat penting. Remaja akan merasakan ketakutan ketika ia menemukan orang
lain atau temannya memiliki pengalaman yang berharga dibandingkan dirinya.
Generasi Z ini merasa khawaitr ketika menemukan orang lain atau temannya
mengalami peristiwa yang menyenangkan, sementara ia tidak hadir didalamnya.
Disamping itu, remaja juga merasa cemas ketika ia menyadari bahwa terlalu lama
dan banyak menghabiskan waktunya menggunakan media sosialnya ataupun tidak
terhubung.
Menurut beberapa penelitian,
menunjukkan bahwa kondisi emosional tersebut membuat remaja melakukan tindakan
secara berulang untuk mengakses media sosialnya. Penelitian yang dilakukan
Przybylski pada tahun 2013, memaparkan setidaknya remaja yang terus ingin
terhubung dengan apa yang dilakukan orang lain akan mengakses media sosial
mereka baik ketika mereka baru bangun, ketika sedang makan, berjalan kaki,
ketika saat akan tidur, bahkan ketika mereka berkendara.
Menurut beberapa penelitian menunjukkan bahwa individu
yang cenderung mengalami perasaan gelisah ini akan memberikan dampak negatif
bagi kondisi psikologisnya. Adanya keinginan untuk terus terhubung membuat
remaja terus mengakses media sosial yang dimilikinya secara kompulsif dan terus
menerus. Akibatnya remaja tersebut mengalami stress, kelelahan secara mental
serta frustasi. Kenapa ? hal ini mungkin dapat disebabkan karena remaja tidak
puas dengan kehidupan yang dimilikinya, merasa kesepian, dikucilkan, ataupun
terpisah dengan orang lain sehingga kehadiran media sosial merupakan salah satu
jalan alternative untuk mengatasi apa yang dirasakan. Penggunaan secara terus
menerus juga mengakibatkan rendahnya perhatian sadar remaja pada lingkungannya,
contohnya seperti terlalu berkutat pada media sosialnya dan tidak peduli dengan
lingkungan.
Lalu, bagaimanakah cara kita untuk menghadapi atau
melawan FoMO ?, Martha Beck seorang Sosiolog lulusan Harvad University mencoba
menjelaskan upaya yang dapat dilakukan untuk melawan FoMO.
Strategi 1, Adalah dengan memahami
bahwa FoMO hadir berdasarkan kebohongan. Kamu perlu memahami seperti memandang
puncak gunung melalui teropong, kamu tidak dapat melihatnya secara keseluruhan
dan hanya melihat puncak yang indah tersebut. Kira-kira ungkapan tersebut
merupakan cara Beck untuk menjelaskan bahwa tidak semua yang kita lihat di
media sosial itu benar. Apa yang ditampilkan di media sosial tidak sepenuh nya
seperti itu nyata terjadinya. Ketika kamu merasakan FoMO, ingatkan dirimu
kembali bahwa setiap momen yang terjadi yang kamu lihat di media sosial mu
belum tentu sebenarnya benar.
Strategi 2, Lawan FoMO yaa dengan
FoMO, apa maksudnya ? disini Beck menjelaskan bahwa kita harus menguatkan diri
kita sendiri ketika mengalami nya dengan mengganti pemahaman kita pada defenisi
FoMO itu sendiri.
Strategi 3, Berhentilah !, Batasi
waktu kamu dalam menggunakan media sosial dan perhatikanlah lingkungan
sekitarmu, nikmati waktu kamu bersama lingkungan sekitar, rasakan betapa
sejuknya udara pagi ini, atau begitu indahnya matahari pagi ini, atau tariklah
nafas dan rasakan begitu leganya.
Tentunya hal ini tidak dapat dipungkiri lagi perlu
disadari oleh generasi muda agar dapat mengontrol dirinya dalam penggunaan
media sosial dengan penggunaan yang Smart-use. Agar media sosial memberikan dampak
yang positif bukan yang negatifnya.
Gambar minjem dari : https://trustpulse.com/fomo-marketing/

Comments
Post a Comment